Menakar Daya Baca Buku Kita
Oleh: Wakhid Syamsudin
Hari Buku Sedunia atau Hari Buku Internasional (World Book Day) merupakan hari perayaan tahunan yang jatuh pada tanggal 23 April. Hari yang juga dikenal sebagai Hari Buku dan Hak Cipta Sedunia ini diadakan oleh UNESCO untuk mempromosikan peran membaca, penerbitan, dan hak cipta.
Latar belakang penentuannya, dikutip dari laman Wikipedia, hubungan antara 23 April dengan buku pertama sekali dibuat oleh toko buku di Catalonia, Spanyol pada tahun 1923.
Semula, ide itu berasal dari Vicente Clavel Andrés, seorang penulis Valencia, yang mengusulkannya sebagai cara untuk menghargai penulis Miguel de Cervantes yang meninggal pada tanggal tersebut. UNESCO sendiri memutuskan Hari Buku Sedunia dan Hari Hak Cipta Sedunia itu dirayakan pada 23 April pada tahun 1995, sekaligus tanggal tersebut juga merupakan hari meninggalnya William Shakespeare, sastrawan cum dramawan terbesar Inggris, dan Inca Garcilaso de la Vega, salah seorang penulis besar Spanyol.
Uniknya, 23 April juga merupakan tanggal kelahiran para penulis besar dunia lainnya seperti Maurice Druon, Haldor K. Laxness, Vladimir Nabokov dan Manuel Mejía Vallejo pada tahun-tahun yang berbeda.
Ibu Kota Buku
Terhitung sejak 2001, UNESCO bersama organisasi-organisasi internasional lainnya yang mewakili tiga sektor industri perbukuan (penerbit, penjual buku dan perpustakaan), secara khusus memilih sebuah kota sebagai Ibu Kota Buku Dunia. Gelar penghargaan tersebut diberikan kepada ibu kota negara yang memperlihatkan komitmen tinggi dalam mengadakan pesta buku, promosi dan juga aktivitas literasi untuk mengembangkan dunia sastra, kesenian, dan juga kebudayaan.
Setiap tahun UNESCO membuka pendaftaran bagi kota-kota di seluruh dunia yang ingin mengajukan diri menjadi Ibu Kota Buku Dunia dengan mengirimkan sejumlah dokumen persyaratan. Adapun kota-kota yang pernah terpilih sebagai Ibu Kota Buku Dunia sejak tahun 2001 sampai dengan 2019 adalah Madrid (Spanyol), Alexandria (Mesir), New Delhi (India), Antwerp (Berlgia), Montreal (Kanada), Turin (Italia), Bogota (Kolombia), Amsterdam (Belanda), Beirut (Libanon), Ljubljana (Slovenia), Buenos Aires (Argentina), Yerevan (Armenia), Bangkok (Thailand), Port Harcourt (Nigeria), Incheon (Korea Selatan), Wroclaw (Polandia), Conakry (Guenea), Athena (Yunani), dan Sharjah (UEA).
Belakangan ini, negara tetangga kita, Malaysia, sudah melakukan upaya resmi untuk melobi PBB supaya Kuala Lumpur bisa meraih status Kota Buku Dunia 2020. Lobi tersebut berlangsung dalam dua tahap yaitu pada sidang umum UNESCO tahun 2017 dan sidang umum UNESCO tahun 2019 nanti.
Malaysia memiliki hubungan yang cukup dekat dengan organisasi bidang keilmuan dan kebudayaan Perserikatan Bangsa-Banga (PBB), karena memang merupakan anggota eksekutif UNESCO dan wakil kelompok kerja Elektoral (IV) yang mewakili negara-negara Asia Pasifik.
Pemerintah Malaysia cukup serius dalam pembangunan sumber daya manusia, serta berbagai isu dalam negeri seperti pariwisata, pendidikan, budaya, agama, multi ras, dan lain sebagainya. Tampaknya, Malaysia memiliki kans besar untuk menyabet status Kota Buku Dunia 2020. Kira-kira, kapan negara kita tercinta Indonesia punya greget untuk meraih gelar tersebut?
Geliat Literasi di Indonesia
Fakta memprihatinkan terungkap dari pemeringkatan literasi internasional, Most Literate Nations in the World, yang diterbitkan Central Connecticut State University, Maret 2016. Dari penelitian tersebut terungkap fakta kemampuan membaca dan menulis masyarakat Indonesia sangat ketinggalan. Indonesia berada di urutan ke-60 dari total 61 negara (www.jpnn.com, 13 April 2016).
Menilik dari fakta tersebut, sudah semestinya program literasi terus diupayakan secara maksimal. Pemerintah sudah mulai memberikan perhatian serius pada program-program literasi. Upaya untuk meningkatkan minat baca dan menjaga agar kegiatan literasi terus berdenyut dalam kehidupan masyarakat pun terus dilakukan.
Tahun 2017, Direktorat Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan (Dit. Bindiktara), Direktorat Jenderal PAUD dan Dikmas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan menyelenggarakan Gerakan Indonesia Membaca (GIM) dan Kampung Literasi (KL) di beberapa Kabupaten/Kota di tanah air. Semoga gerakan ini bisa memacu geliat literasi masyarakat kita.
Daya Baca
Kesadaran akan pentingnya membaca harus gencar kita galakkan. Tidak hanya minat baca, tapi yang jauh lebih penting lagi adalah meningkatkan daya baca. Adi Wahyu Adji, motivator baca Indonesia dan juga pencetus kegiatan One Week One Book, mengatakan bahwa minat baca relatif mudah ditumbuhkan. Tetapi minat baca itu berbeda dengan daya baca.
Ketika seseorang sudah minat membaca, lalu mengambil sebuah buku untuk dibaca, belum tentu dia bisa menghabiskannya. Belum lagi soal jangka waktunya, berapa lama waktu yg diperlukan untuk menamatkan 1 buku. Apakah bisa 1 buku tamat dalam 1 minggu? Atau perlu sampai 1 bulan? Atau malah lebih? Nah, itulah yang namanya daya baca.
Tampaknya masih banyak pekerjaan rumah kita dalam dunia literasi. Marilah kita dukung segala upaya baik dari pemerintah maupun para penggerak literasi, untuk menumbuhkan daya baca masyarakat kita.
Semoga kita bisa mengejar ketertinggalan dalam dunia literasi. Semoga suatu saat, Jakarta layak menyandang predikat Ibu Kota Buku. Mari membaca buku, dan selamat Hari Buku Internasional! ***
Penulis adalah Ketua Umum Komunitas Menulis One Day One Post (ODOP), tinggal di Sukoharjo, Jawa Tengah.
Dimuat di Harian Analisa edisi Rabu, 24 April 2019
Get notifications from this blog
Wah, lengkap banget sejarahnya. Kemarin sempet liat di TVRI, katanya minat baca di Indonesia kini naik ke peringkat 16
BalasHapusAlhamdulillah kalau demikian, semoga ke depan makin meningkat ya, Mbak.
Hapus