√ Lutfi Tanpa Sovia - Halaman Rumah Syamsa

Lutfi Tanpa Sovia


"Assalamualaikum, Mas Wakhid!"

Saya agak terkejut ketika ada seorang anak muda menyapa saya saat sedang memilih buku di Perpustakaan Serba Ada.

"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab saya segera, sambil memandang pemuda itu. "Subhanallah, ini Mas Lutfi, kan?"

"Iya, Mas. Rupanya kita bertemu lagi."

Saya tergelak sambil menyambut uluran tangannya bersalaman. "Semoga tidak bosan ketemu saya terus," kata saya pula.

"Enggak bosanlah, Mas. Hanya sungkan saja sih, sebenarnya."

"Sungkan kenapa?"

Lutfi lekas menggeleng. "Enggak kenapa-napa."

Saya tersenyum melihat gelagat Lutfi seperti itu. Saya jadi teringat kejadian tempo hari. "Kamu nggak enak hati kepergok pacaran sama Sovia?" tuduh saya.

"Ih, siapa juga yang pacaran, Mas!"

"Hm ... Waktu kemarin itu, Sovia perhatian banget sama kamu, Mas. Sampai kening Mas Lutfi yang keringetan saja dilap pakai sapu tangan."

"Udahlah, Mas, nggak penting itu mah!"

Saya kembali tergelak.

"Mas Wakhid, sebenarnya saya ada perlu sedikit sama sampeyan," kata Lutfi dengan nada agak serius.

"Ada apa, Mas?"

"Enggak, cuma saya mau minta sampel tanda tangan Mas Wakhid."

"Dih, tanda tangan? Macam orang penting saja?!"

Lutfi mencoba tertawa. "Iya, mau nggak mau, Mas Wakhid ya jadi orang penting."

"Memangnya tanda tangan buat apaan?"

"Saya mau bikin sertifikat buat yang lulus RCO."

"RCO sudah mau kelar? Cepat sekali, perasaan baru kemarin dimulai," sahut saya.

"Iya, Mas. Ini sudah level akhir. Kan postingan ini salah satu tantangannya, Mas. Nggak usah pura-pura nggak tahu deh, Mas."

"Oh iya juga. Gampanglah soal tanda tangan. Selain tanda tangan, bukannya Mas Lutfi mau minta masukan terkait RCO untuk ke depannya."

"Mas Wakhid sudah tahu juga saya mau nanya itu?"

"Dih, kan postingan ini tujuannya ke situ. Sudahlah, kita sama-sama tahu lah!"

Lutfi tertawa. "Oke, Mas langsung kasih masukan sajalah."

Saya diam sejenak. Sedikit berpikir.

"Jangan kelamaan mikirnya, Mas."

"Ih, sedikit bergaya lah, biar nggak membosankan pembaca."

"Terserah Mas Wakhid lah."

Saya mengangguk-angguk. "RCO kali ini sudah sangat bagus. Sangat terprogram dengan baik."

"Sarannya ke depan?"

"Hilangkan tantangan bacaan bahasa Inggris. Saya pusing kalau pas level itu."

"Yeah, itu kemunduran dong, Mas!"

"Ya, biarin. Kan itu usul saya. Suka-suka saya!"

"Baiklah, usul saya tampung. Tapi keputusan tetap di tangan pije lho, ya!"

"Kok saya tampung, Mas? Kan harusnya pakai kata kami. Kan kamu berdua sama Sovia pijenya!"

Lutfi terdiam beberapa jenak.

"Kok kamu jadi diam gitu, Mas? Saya salah?"

Lutfi menggeleng. "Enggak, Mas. Saya hanya ... teringat Sovia."

"Ada apa dengan dia?"

"Belakangan ini kami jarang ketemu. Bahkan WA juga tak terbalas."

"Duh, kok bisa gitu?"

"Dia sibuk belajar, Mas. Fokus ujian sekolah."

"Oo gitu. Ya, kamu musti sabar, Mas. Rindunya ditahan dulu."

Lutfi mengangguk. "Terima kasih sarannya, Mas. Tapi kan rindu memang berat."

"Saat-saat merindu itu saat yang bagus untuk produktif menulis lho, Mas. Kamu bisa mencurahkannya dalam puisi atau cerpen bahkan novel."

Lutfi mengangkat wajah memandang saya. "Bisa begitu ya, Mas?"

"Iya. Saat Mas Lutfi jauh dari Sovia untuk beberapa waktu, manfaatkan untuk menulis."

Lutfi terlihat tersenyum antusias. "Baiklah, Mas. Akan saya coba."

Saya tepuk-tepuk bahu pemuda itu memberikan suntikan semangat.

#ReadingChallengeOdop

Get notifications from this blog

18 komentar

  1. Orang fiksi di ODOP sekeren pak ketua ini juga ? Wow...mantap

    BalasHapus
  2. ceritanya Gokil, wkwkwk 😁

    BalasHapus
  3. Wkwkwkwkwk Lutfi sama Sovia kena lagi ��

    BalasHapus
  4. Aku gak baca kok, cuman mampir aja [-(

    BalasHapus
  5. Sekali-kali Sovia kasih bagian dialognya 😁

    BalasHapus

Jangan lupa beri komentar, ya... Semoga jadi ajang silaturahim kita.