Putra Salju
Sovia dan Lutfi memandang sekeliling. "Kita di mana, Mas Suden?" tanya Lutfi.
"Tempat ini asing sekali. Kita tersesat?" Sovia kebingungan. Matanya tak henti memandang ke arah sungai yang arusnya cukup deras.
"Tenanglah kalian berdua. Kita menunggu seseorang. Sebentar lagi dia akan tiba." Saya mencoba menenangkan kedua remaja itu.
"Iya. Tapi mengapa tempat ini sepi sekali, Om?" tanya Sovia dengan nada kecemasan.
"Sungai ini biasa disebut Parit Besar. Ini kebetulan saja lagi sepi. Biasanya ramai kok. Banyak warga mengayuh jongkong melalui sungai ini. Bagi warga sekitar, Parit Besar ini serupa jalan raya dengan alat transportasi berupa jongkong, semacam sampan yang terbuat dari kayu bulat besar."
Lutfi terlihat serius mendengarkan penjelasan saya. Sementara Sovia masih memandang ke arah Parit Besar. "Terus, ini di mana?"
"Kita di Sebantan Besar, Sungai Guntung. Kita akan bertemu dengan seorang anak kampung bernama Putra Salju. Anak asli Bugis."
Sovia beralih memandang ke arah saya. "Namanya Putra Salju?"
Saya mengangguk. Sovia kembali bertanya, "Nama asli? Kok unik begitu?"
Saya tertawa pendek. "Itu nama pemberian Kepala Desa saat Sebantan Besar banjir besar dan anak itu menyelamatkan berkas data penting di balai desa. Ayahnya biasa memanggil dia Rudi dan ibunya memanggil Sufu."
Giliran Lutfi yang penasaran. "Kok bisa punya banyak nama begitu? Apalagi itu ... Putra Salju. Aneh banget."
"Iya. Kalau kalian penasaran kalian bisa baca novelnya."
"Novel?" Lutfi dan Sovia bertanya persis bersamaan.
"Iya. Novel yang kubaca sebagai tugas RCO yang kalian berdua sebagai pije-nya."
"Kok kita bisa sampai di sini? Menemui tokoh novel?" Sovia bertanya heran.
"Salah satu tantangan RCO, peserta diminta menulis di blog masing-masing dengan sebuah perandaian jika tokoh yang dianggap menarik dalam novel itu ada di dekat kita. Nah ... ini kita akan menemuinya."
"Bukannya kamu yang usul tantangan kayak gini, Sov?" Lutfi mengingatkan Sovia.
"Perasaan kamu deh yang pertama usul."
"Bukannya kamu?"
"Kamu kok pelupa, Lut."
Saya tersenyum melihat kedua remaja itu saling tuduh. "Sudahlah. Kalian selama ini sudah terlihat kompak. Jangan mengubah imej."
Keduanya memandang saya. Sovia bertanya, "Lalu kita mau ngapain ketemu si Putra Salju?"
"Aku berencana mengusilinya."
Duo pije muda taruna itu saling pandang dengan mulut membentuk huruf O. Lutfi huruf O besar dengan font bold, Sovia font kecil dan italic.
"Kalian ngikut saja. Nanti kalau dia datang, aku akan memamerkan kemampuanku menghilang dari pandangan mata."
"Menghilang?"
"Om bisa menghilang?"
"Iyalah. Pada cerita fiksi kali ini, Om punya ajian menghilangkan diri. Suka-suka yang nulislah."
"Enak dong. Aku juga mau bisa ngilang, Om."
"Tidak, Sov. Ini khusus untuk aku saja."
"Om curang."
"Suka-suka yang nulis dong. Kalian ikut menjadi saksi saja bagaimana aku mengerjai tuh anak."
"Mas Suden, ada yang datang." Lutfi menunjuk sebuah arah. Memang terlihat seorang anak beranjak remaja berjalan ke arah kami.
"Yang kita tunggu tiba."
Anak remaja itulah si Putra Salju. Begitu sampai di depan kami, dia berhenti. "Kaliankah yang ingin bertemu dengan saya?"
Saya lekas menjawab. "Iya. Kamu Putra Salju, bukan?"
"Orang kampung memanggil saya begitu."
"Ayahmu memanggilmu Rudi dan ibumu memanggilmu Sufu."
Putra Salju menatap heran ke arah saya. "Anda tahu itu semua? Sebenarnya siapa kalian?"
"Aku penunggu hutan tempat kamu dan teman-temanmu tempo hari mencari ilmu kesaktian macam Wiro Sableng."
"Anda juga tahu kejadian itu?" Putra Salju tambah heran.
Saya tertawa dengan nada terkesan congkak. Akting saya lumayan bagus. "Bahkan aku tahu semua tentangmu. Kamu pernah hampir kehilangan ibumu saat menjual sayur ke Kuala Selat. Jongkong kalian terbalik dan ibumu yang tidak bisa berenang itu nyaris tenggelam."
Putra Salju semakin terkejut. "Luar biasa. Bahkan kejadian menyedihkan itu sampai ke telinga Anda."
"Itu tidak penting. Aku kemari menemuimu karena aku sebagai penunggu hutan merasa terganggu dengan ulah kalian."
Putra Salju memandangi saya penuh selidik. "Anda manusia biasa, kan?"
Saya tergelak. "Sudah kubilang aku adalah penunggu hutan. Aku bukan umumnya makhluk sepertimu. Aku bisa menghilang. Perhatikan baik-baik."
Saya segera merapal ajian menghilang. Dalam sekejap tubuh saya lenyap dari pandangan Putra Salju, Sovia, dan Lutfi. Putra kaget. Begitu juga duo pije RCO. Sovia saking takutnya merapat ke Lutfi dan kesempatan itu digunakan Lutfi untuk memeluknya.
"Tenang, Sov. Ini fiksi, kok," hibur Lutfi, meski ia bergidik juga menyaksikan saya bisa menghilang.
"Hahaha." Saya pamerkan tawa saya meski tubuh tidak kelihatan. Saya lihat Putra Salju pucat pasi.
"Anda benar-benar bisa menghilang? Saya ... saya mohon ampun jika ulah saya dan teman-teman mengganggu Anda. Kami janji tidak akan mengulangi lagi. Kami tidak akan mencari ilmu kesaktian lagi di hutan."
Mendengar kata-kata Putra yang gemetar itu, saya makin keras tertawa. Sovia makin erat dalam dekap Lutfi.
"Baguslah kalau kalian sadar. Jangan pernah lagi mencari kesaktian di hutan. Cukup Daeng Paraaga yang tersesat dengan ilmu hitam itu."
"Anda juga tahu tentang orang tua sakti itu?"
"Sudah kubilang semua tentangmu dan apa di sekitar hidupmu aku tahu," kata saya dengan nada sombong minta ampun. Terang saja saya tahu karena saya sudah membaca tuntas novel Putra Salju karya Salman el-Bahry yang menceritakan kisahnya itu.
Putra makin pucat saja wajahnya. "Sekali lagi saya mohon ampun."
"Baiklah. Aku ampuni kalian."
Beberapa saat kemudian, saya tampakkan ujud di depan ketiga remaja itu. Sovia lega melihat saya kembali muncul, dan baru sadar didekap Lutfi. Segera ia mendorongnya sampai terjengkang. "Lutfi kamu mencari kesempatan dalam kesempitan?"
Lutfi mengaduh. Lalu bangun. "Kan kamu yang minta perlindungan, Sov," belanya.
Putra mengatur napas menenangkan diri. Entah mimpi apa semalam sehingga kini ia bertemu penunggu hutan angker.
"Putra Salju," kata saya. "Ingat kata-katamu sendiri, ya. Jangan lagi mengulangi mencari kesaktian di hutan. Itu tidak baik."
Putra lekas mengangguk. Bersamaan terdengar sebuah suara seiring munculnya seseorang. "Rudi ... Ayah datang, Nak. Ayah merasakan kamu dalam bahaya. Ini Ayah datang siap membantumu!"
Kami semua terkejut dan melihat ke asal suara. Terlihat seorang lelaki paruh usia berperawakan gagah berdiri tidak jauh dari mereka. Lelaki itu berkacak pinggang dengan baju sedikit tersibak seolah sengaja memamerkan badik kesayangannya yang terselip di pinggang sebelah kiri.
"Ayah!" Putra Salju menghambur ke arahnya. Sesampai di dekat sang ayah, Putra berbicara dalam bahasa Bugis sambil menunjuk-nunjuk ke arah saya.
Saya terkejut bukan main. Saya tidak tahu apa yang dibicarakan keduanya. Tapi saya mendadak waswas, jangan-jangan Putra mengadu bahwa saya mengancamnya atau apa. Saat ayah Putra menyentuh gagang badik membetulkan letaknya, saya tiba-tiba ketakutan. Saya hanya berpikir untuk segera kabur dari tempat ini.
"Mas Lutfi, Sovia. Itu bapaknya si Putra. Ia tak segan membunuh orang kalau ada yang mengganggu keluarganya." Suara saya bergetar. Duo pije RCO ikut kebingungan.
Saya yang panik lekas lari. Entah saya menginjak apa, licin dan membuat saya tergelincir dan tercebur ke sungai. Ya Allah ... sungainya ternyata dalam!
"Lutfi ... Mas Suden tercebur sungai!" Sovia menjerit.
Semua mata memandang ke arah saya yang kelimpungan. Tangan saya mencoba menggapai ke segala arah mencari pegangan tapi tidak meraih apa-apa. Duh ... saya akan tenggelam? Saya tidak bisa renang!
"Lutfi cepat tolongin Mas Suden!" Sovia lekas berseru ke arah Lutfi.
"Aku juga tidak bisa renang, Sov! Kamu saja cepat sana!" Suara Lutfi sempat saya dengar.
"Dih ... jangankan renang, aku menyentuh air saja ogah, kok. Mandi saja malas apalagi nyebur ke sungai!" Sovia menyahut.
Lutfi mulai panik juga.
"Terus bagaimana ini? Mas Suden akan tenggelam!" Sovia menunjuk-nunjuk ke sungai.
Saat itulah, terlihat seseorang berlari dan mencebur ke sungai. Dialah Putra Salju. Dalah yang akhirnya menyelamatkan saya. Saya tidak menyangka, meski habis saya usili ternyata anak Bugis itu dengan ikhlas menolong saya yang nyaris tenggelam.
"Keren. Putra Salju ...." Sovia terpesona.
Lutfi melihat mata Sovia berbinar membentuk tanda hati segera menariknya. "Kamu jangan macam-macam. Jangan gampang suka sama cowok yang baru kamu kenal!"
#TantanganRCO
*Putra Salju adalah nama tokoh utama dalam nove Putra Salju karya Salman el-Bahry terbitan Diva Press.
Get notifications from this blog
Asyeeek...lucu... membayangkan mas Luthfi dengan liciknya memeluk mbak Sovia...hehehe
BalasHapusbeneran deh ini mah keren
BalasHapusWkwkkwk..ngakak so hard๐๐
BalasHapusLutfi mencari kesempatan dalam kesempitan hahahaha..
BalasHapusBtw, kok ada kata "malas mandi"? ๐
[-( sampai sekarang masih mbayangin bentuk mulut huruf O dengan font bold, italic itu
BalasHapusLutfi sa ae...
BalasHapusBukan mahrom Mas kok peluk-peluk๐๐
BalasHapusKerenlah fiksinya๐
It Si Sovia kok kek gitu-gitu amat sih mas??hahaha
BalasHapusPak ketua ini keren banget dalam mengembangkan cerita.
BalasHapus