Peduli
Suatu siang, saat saya pulang dari Solo menuju Weru, Sukoharjo paling selatan, motoran berbonceng sama istri dan si kecil Rara. Rara yang tadi tertidur rupanya sudah bangun dan minta berdiri di belakangku, melihat jalanan sambil dipegangi bundanya dari belakang.
Di sebuah perempatan, lampu lalu lintas menyala merah. Kami berhenti bersama belasan motor lain. Asap kendaraan berbaur dengan debu jalanan ditambah tiupan angin dan sengatan matahari siang. Sementara Rara masih asyik menunjuk-nunjuk sana-sini di belakang punggung saya. Seorang bapak yang motornya berhenti di samping kiri saya agak ke belakang tampak menyapa bundanya Rara. Saya tidak sempat mendengar dialog singkat mereka karena lampu hijau sudah menyala. Mungkin si bapak bertanya jalan.
Lampu hijau mengalirkan arus kendaraan yang searah dengan saya. Saya pun ikut pada aliran kuda-kuda besi itu. "Nanya jalan ke mana bapak itu tadi, Bun?" tanya saya ke istri sambil memacu gas motor dengan kecepatan sedang.
"Bukan nanya jalan kok, Yah," jawab bundanya Rara itu.
"Oh, kirain. Terus, nanya apa?"
"Si bapak tadi itu cuma bilang ke Bunda agar si kecil dihadapkan ke belakang. Kata beliau, kasihan madep ke depan, banyak debu dan asap kendaraan."
Aku sejenak tercenung. Lalu menanggapi, "Wah, perhatian sekali ya, beliau."
"Iya."
"Ternyata zaman sekarang masih ada yang peduli pada orang lain, ya, Bun?" komentar saya.
"Iya, Yah. Beliau sudah sepuh. Mungkin masa muda si bapak dulu orangnya juga punya empati dan simpati yang tinggi pada orang lain."
"Benar, Bun. Seharusnya rasa peduli semacam itu tetap harus dipupuk biar tidak punah," kata saya.
"Ayah benar. Jadi sebagai makhluk sosial kita tetap punya perhatian pada orang sekitar."
Saya melirik Rara. "Si Rara kok masih menghadap ke depan terus?"
Istri saya tertawa kecil. "Iya, Bunda belum mematuhi anjuran si bapak."
Lalu terdengar istri saya membujuk Rara agar mau dipangkunya dan tidak menghadapkan muka ke depan menyambut debu jalanan. Sementara kendaraan demi kendaraan berebut untuk lebih dulu berjalan.
Get notifications from this blog
Hmmm... bener banget Mas,jarang ketemu orang yang peduli dan perhatian gitu.
BalasHapusAyo Rara, menghadap ke belakang ya ^_^
Betul sekali Bude Nia...
HapusBapaknya baik peduli thd sesama, langka jaman now yg begitu, siip pak tulisannya.
BalasHapusIya, langka sekali.
HapusIdaman banget itu bapak"
BalasHapusYuk diteladani.
HapusRaraaa...jangan ngadep ke depan ya pinter...😂😂😂 aku juga peduli to mas..😎😎😎
BalasHapusIyaaaa, percaya, Tante!
HapusOrang seperti itu satu banding seribu, bersyukur banget ketemu bapak seperti itu~ /.\
BalasHapusIya, Mbak Cahya.
HapusHallo Rara, kenalan sama Hanna dan Hafidza yuk😎
BalasHapusUdah kenalan pas kopdar kemarin...
HapusKalau bapak2 muda jarang ya yg mau ngingetin kayak gitu? Antara pekewuh atau enggak peduli? 🤣
BalasHapusMasa bodoh kalau bapak muda.
HapusMasih ada beberapa orang yang mengaplikasikan rasa kepeduliannya pada orang lain walau terlihat sepele
BalasHapusMasih ada beberapa orang yang mengaplikasikan rasa kepeduliannya pada orang lain walau terlihat sepele
BalasHapusBetul betul betul!
HapusDedek Rara jangan menghirup terlalu banyak polusi ya~
BalasHapusIya iya...
Hapus