Balada Kopdar (1) Dilema
Balada Kopdar
Bagian 1 - Dilema
Sabtu sore, 3 Maret 2018
"Sudah dapat izin, Yah?" sambut istriku begitu aku sampai di rumah.
"Alhamdulillah."
"Izin sama Pak Haji?"
"Izin ke Bu Haji. Alhamdulillah diizinkan. Beliau juga nggak nanya mau izin ke mana."
"Katanya lagi banyak kerjaan?"
"Iya. Mungkin karena Ayah jarang izin, jadi diizinkan begitu saja. Padahal kerjaan pas numpuk belakangan ini. Tahu sendiri kan, Bun, Ramadhan tidak lama lagi."
"Syukurlah, Ayah sudah ayem, kan, bakal kesampaian ketemu teman-teman Ayah?"
Aku mengangguk senang. Rencananya, besok pagi kami akan berangkat ke Jogja untuk menghadiri Kopdar Akbar #1 komunitas One Day One Post. Komunitas menulis yang aku bergabung di dalamnya, yang biasa disingkat ODOP. Di mana seleksi untuk jadi anggota di sana harus bisa konsisten menulis dan memublikasikannya di blog pribadi setiap hari satu tulisan, selama kurang-lebih 2 bulan. Aku masuk pada angkatan keempat (Batch 4). Dan besok adalah hari H kopdar akbar pertama komunitas ini.
Aku sempat dilema dengan kenyataan ini. Aku sangat ingin bisa ikut, dan aku sudah bilang in sya Allah ke panitia kopdar untuk hadir. Apa lagi di Jogja yang terjangkau jaraknya. Tapi kenyataan di tempatku bekerja, sedang banyak pekerjaan yang posisiku di sana tidak bisa digantikan karyawan lain. Sebenarnya boss-ku orangnya santai, aku bisa izin kapan saja. Hanya aku kadang suka tidak enak hati kalau izin saat banyak pekerjaan begini. Tapi mau bagaimana lagi, aku memang harus minta izin libur sehari. Memang, aku tidak kenal hari Minggu di sana. Tidak ada libur, hanya saja jam kerjaku tidak sepanjang jam kerja karyawan lain pada umumnya. Kadang masuk jam 8 pagi, jam 10 sudah bisa pulang. Tapi saat ini, paling cepat aku bisa pulang waktu Asar. Artinya, memang sedang banyak pekerjaan. Tadi aku sudah meminta izin itu kepada Bu Haji, istri boss, dan seperti biasa, dipersilakan, bahkan tanpa alasan keperluanku apa.
"Tapi ..."
Aku menaruh tas kecil yang biasa kubawa ke tempat kerja. Lalu mendekati istriku. "Ada apa?"
"Mbah Putri besok panen."
Waduh! Apa artinya ini? Apakah aku akan gagal ikut kopdar ? Ini memang sudah masuk musim panen padi di kampungku. Sawah sudah menguning oleh padi-padi menua yang menunduk tanda berisi. Begitu juga sawah seperempat pathok milik keluargaku yang masih digarap sendiri oleh Mbah Putri, mamakku, neneknya anak-anak. Beliau masih rajin ke sawah, bahkan ikut melelang sawah tanah kas desa untuk dikelola selama setahun.
"Terus bagaimana ini?" tanyaku.
"Tenang saja, Yah. Panennya dikerjakan para pemboreg (pemborong panen padi). Seperti biasa, paling cuma mengangkut hasil panen pulang. Lek Nur libur kok."
Aku mulai lega dengan penjelasan itu. Untung adikku kerja tidak jauh, dan bisa libur saat panen besok. Jadi ada yang membantu mengangkut hasil panen pulang. Itu artinya, aku bisa berangkat ke Jogja, in sya Allah.
"Kakak juga sudah Bunda kasih tahu, kalau besok mau diajak ke Jogja."
"Syukurlah. Rara sudah tidak batuk lagi, kan?"
"Alhamdulillah Rara sudah sembuh. Jadi besok bisa menemani Ayah kopdar."
Tampaknya, semua memang sudah oke. Izin sudah didapat, anak-istri sehat dan siap diajak ke Jogja besok. Motor bebek setiaku juga sudah diservis. Semoga dimudahkan bertemu teman-teman ODOP, dan menjadikan jalinan ukhuwah dan silaturahim yang barakah.
Aku menengok grup WhatsApp. Aku ingat, kemarin Mbak Sakifah, salah satu panitia kopdar yang paling sibuk, memberikan link grup khusus kopdar. Kemarin aku belum berani ikut gabung karena belum meminta izin ke boss dan takut kalau tidak bisa ikut. Aku berniat masuk ke grup itu dari link yang dibagikan di grup komunitas.
"Hape ... hape!" Tapi Rara, bungsuku yang baru berumur setahun lebih, melihat ayahnya pegang gawai, langsung mendekat dan hendak meminta pinjam. Selalu begitu, dia selalu minta diputarkan video lagu anak-anak kesukaannya. "Cicak ... cicak...!" pintanya sambil meniru kata pertama lagu Cicak-Cicak di Dinding.
"Iya, iya." Aku tidak jadi mencari link yang dibagikan Mbak Sakifah. Tidak lama kemudian si Rara sudah goyang-goyang mengikuti alunan musik sambil menatap layar gawaiku.
(BERSAMBUNG)
Get notifications from this blog
ditunggu sambungannya Mas
BalasHapusSemoga bisa konsisten nulisnya. Haha.
HapusBelum ke inti kemeriahannya ya mas, ditunggu lanjutannya...
BalasHapusIn sya Allah
HapusDilemanya apik.
BalasHapusDitunggu sambungannya Mas ^_^
:)
HapusDede rara nih malu malu ucing hihi :)
BalasHapusMalu tapi manggil2 mbak ... mbak ... terus
HapusMenunggu lanjutannya
BalasHapus:))
Hapusantara pengen baca dan enggak.. soalé pasti gak ada sy di cerita ini, #hehehe
BalasHapusMau difiksiin biar ada Pak Guru??
HapusAntara pengen baca dan enggak ... Soalnya nggak ada aku di cerita ini, #hehehe (2)
BalasHapusWkwkwk. Bukannya senang lihat kamu susah ya.
HapusItu kesenanganmu memang.
Hapus