Rumah Kulon (1)
Rumah Kulon
Bagian Satu
"Pah, besok jadi ke rumah kulon, kan?" Dita mendekati suaminya yang masih sibuk di depan laptop.
"Insya Allah. Semoga malam ini bisa kelar lemburan Papah," jawab Alfian tanpa mengalihkan pandangan dari layar laptop.
"Bodo amat dengan lemburan Papah. Kelar nggak kelar pokoknya besok harus ke rumah kulon!"
"Nggak harus besok, kan, Mah."
Dita cemberut. "Mas Septian sama Mbak Lail sudah di rumah kulon, Pah. Kapan lagi bisa kumpul kalau nggak libur natal berlanjut tahun baru begini!"
"Kan lebaran tahun depan juga kumpul," sahut Alfian dengan nada cuek.
"Mamah pengen lihat Safina udah segede apa, Pah. Dari masih orok sampai sekarang kan belum lihat lagi keponakan Mamah itu. Pasti bikin gemes."
"Lah... di facebook sama instagram Mbak Lail kan sudah sering Mamah lihat."
"Bedalah, Pah. Beda kalau ketemu langsung. Kata Mas Septian mereka cuma dua hari lho di rumah kulon. Sisanya mau liburan ke Wonogiri tempat Mbak Lail."
Alfian menghela napas. Mencoba lebih fokus pada kerjaannya. Dita jadi kesal dengan kelakuan sang suami. "Mamah juga sudah sering protes, pekerjaan kantor jangan suka dibawa pulang. Sebel deh!"
Tok! Tok! Tok!
"Assalamualaikum. Kulanuwun...."
Suara pintu diketuk disusul salam dari luar. Dita melenguh, "Siapa itu malam-malam bertamu?"
Sebelum Dita keluar kamar, terdengar suara Sovia dari ruang keluarga, tempat dia bersama Novia menonton televisi. "Mah... ada tamu!"
Dita keluar kamar dengan membawa kejengkelannya. Pintu depan sudah dibuka oleh Sovia, dan terlihat seorang perempuan muda di ambang pintu.
"Assalamualaikum, Bu Dita."
"Waalaikumussalam. Ada apa Mbak Irene? Silakan masuk...."
"Oh, tidak usah. Di sini saja. Saya cuma mau nganterin ini. Kebetulan saya masak mie godok banyak. Saya bawakan ini. Pak Alfian suka sama mie godok, kan?"
Dita sebenarnya agak tidak menyukai tetangganya satu ini. Apalagi ini malam-malam, memang sih belum ada jam 9, bertamu hanya untuk mengantar makanan.
Irene melongok ke dalam. Sungguh tidak sopan menurut Dita. Apalagi pertanyaannya, "Pak Alfian-nya ada, kan?"
"Terima kasih, Mbak Irene. Lain kali tidak usah repot-repot begini. Ini saya terima, ya. Tunggu sebentar, mangkuknya saya tukar sekalian." Dita lekas mengambil alih semangkuk besar dari tangan tamunya yang memang sudah diangsurkan sedari tadi.
"Wah... saya tidak repot, kok, Bu Dita. Kebetulan saja masak banyak ini tadi."
Dita langsung ke dapur. Mengambil mangkuk sesegera mungkin. Menumpah mie godok dari mangkuk Irene ke mangkuk miliknya. Lalu bergegas ke arah pintu. Menjumpai si tamu yang masih dengan konyolnya celingukan melihat-lihat ke dalam.
"Ini mangkuknya. Nanti saya sampaikan mie godoknya kepada Pak Alfian. Ini sudah malam, maaf, anak-anak sudah waktunya tidur." Dita berkata ketus, mengusir dengan halus, tapi sangat kentara.
"Eh... iya, Bu... saya pamit, ya...!"
"Iya. Terima kasih kirimannya."
Brak!
Dita menutup pintu. Membanting tepatnya. Sampai dua anak kembarnya, Sovia dan Novia, yang sedang melototi televisi, terkejut dibuatnya.
"Mamah kok banting-banting pintu, sih?" protes Novia.
"Iya... Mamah suka marah-marah kalau Tante Irene kesini. Kenapa sih, Mah? Kan Tante Irene baik, suka ngasih makanan," Sovia ikut memrotes kelakuan si mamah.
"Berisik kalian! Nonton tivi, nonton tivi saja! Tidak usah ikut urusan orang tua!" sahut Dita sewot.
Sovia dan Novia mencibir kompak. Sudah hafal rupanya dua anak kelas 2 SD itu dengan kelakuan si mamah kalau lagi kesal. Duo kembar identik itu segera kembali melototi televisi. Mamahnya lekas mengambil mangkuk penuh mie godok yang masih panas dari ruangan dapur.
"Ada apa, sih, Mah? Sukanya kok uring-uringan begitu!" Alfian berkomentar dari kamar. Ia belum beranjak dari meja tempatnya berkutat dengan keyboard laptop.
Dita masuk. Menaruh mangkuk dengan kasar, sampai kuah mie godok bercecer ke meja. Hampir membasahi laptop suaminya. "Ini masakan spesial buat Pak Alfian. Buruan makan, keburu dingin!"
Alfian melirik saja. Sebenarnya memang itu makanan kesukaannya. Mie godok ala Jawa. Tapi ada hati yang sedang kesal di dekatnya.
"Mamah makan saja. Papah mana sempat." Alfian mencoba mengelak.
"Papah nggak dengar: Saya cuma mau nganterin ini. Kebetulan saya masak mie godok banyak. Saya bawakan ini. Pak Alfian suka sama mie godok, kan?"
Sebenarnya Alfian merasa geli dengan gaya istrinya menirukan kata-kata tamunya barusan. Tapi bisa berabe kalau ia nekat menertawakan. Terpaksa ia hentikan memenceti keyboard laptop. Lalu memandang ke bidadarinya yang sedang cemberut parah.
"Mamah. Kita besok jadi ke rumah kulon. Sekarang, anak-anak ajak bobok gih. Kita berangkat pagi-pagi sekali. Biar Mamah puas di sana."
Tapi bujukan itu belum berhasil mengubah mimik muka sang istri. Alfian lekas melongok ke luar sambil berseru, "Sovia, Novia... matikan televisinya. Bobok cepat, ya. Besok kita ke rumah kulon."
"Hore... besok ke rumah Simbah!" Sovia menyambut seruan papahnya dengan riang.
"Beneran, Pah?" Novia ikut girang. Lalu memencet tombol merah pada remote yang ia pegang. Mematikan televisi dan langsung menyerbu ke kamar orangtuanya.
"Iya. Benar. Segera pipis dulu, cuci kaki sikat gigi, terus bobok. Besok bangun subuh, ya...."
"Oke, Pah!"
"Ye ye... besok ke rumah Simbah."
Keduanya berjingkrak ria. Alfian tersenyum melihat kedua buah hatinya itu. Duo kembar identik itu lekas menuju ke kamar kecil. Sementara di samping Alfian, mamah mereka masih memasang raut kejengkelan. Harus persiapkan jurus lain untuk menanganinya.
BERSAMBUNG
#TantanganFiksi
#DomesticDrama
Bagian Satu
"Pah, besok jadi ke rumah kulon, kan?" Dita mendekati suaminya yang masih sibuk di depan laptop.
"Insya Allah. Semoga malam ini bisa kelar lemburan Papah," jawab Alfian tanpa mengalihkan pandangan dari layar laptop.
"Bodo amat dengan lemburan Papah. Kelar nggak kelar pokoknya besok harus ke rumah kulon!"
"Nggak harus besok, kan, Mah."
Dita cemberut. "Mas Septian sama Mbak Lail sudah di rumah kulon, Pah. Kapan lagi bisa kumpul kalau nggak libur natal berlanjut tahun baru begini!"
"Kan lebaran tahun depan juga kumpul," sahut Alfian dengan nada cuek.
"Mamah pengen lihat Safina udah segede apa, Pah. Dari masih orok sampai sekarang kan belum lihat lagi keponakan Mamah itu. Pasti bikin gemes."
"Lah... di facebook sama instagram Mbak Lail kan sudah sering Mamah lihat."
"Bedalah, Pah. Beda kalau ketemu langsung. Kata Mas Septian mereka cuma dua hari lho di rumah kulon. Sisanya mau liburan ke Wonogiri tempat Mbak Lail."
Alfian menghela napas. Mencoba lebih fokus pada kerjaannya. Dita jadi kesal dengan kelakuan sang suami. "Mamah juga sudah sering protes, pekerjaan kantor jangan suka dibawa pulang. Sebel deh!"
Tok! Tok! Tok!
"Assalamualaikum. Kulanuwun...."
Suara pintu diketuk disusul salam dari luar. Dita melenguh, "Siapa itu malam-malam bertamu?"
Sebelum Dita keluar kamar, terdengar suara Sovia dari ruang keluarga, tempat dia bersama Novia menonton televisi. "Mah... ada tamu!"
Dita keluar kamar dengan membawa kejengkelannya. Pintu depan sudah dibuka oleh Sovia, dan terlihat seorang perempuan muda di ambang pintu.
"Assalamualaikum, Bu Dita."
"Waalaikumussalam. Ada apa Mbak Irene? Silakan masuk...."
"Oh, tidak usah. Di sini saja. Saya cuma mau nganterin ini. Kebetulan saya masak mie godok banyak. Saya bawakan ini. Pak Alfian suka sama mie godok, kan?"
Dita sebenarnya agak tidak menyukai tetangganya satu ini. Apalagi ini malam-malam, memang sih belum ada jam 9, bertamu hanya untuk mengantar makanan.
Irene melongok ke dalam. Sungguh tidak sopan menurut Dita. Apalagi pertanyaannya, "Pak Alfian-nya ada, kan?"
"Terima kasih, Mbak Irene. Lain kali tidak usah repot-repot begini. Ini saya terima, ya. Tunggu sebentar, mangkuknya saya tukar sekalian." Dita lekas mengambil alih semangkuk besar dari tangan tamunya yang memang sudah diangsurkan sedari tadi.
"Wah... saya tidak repot, kok, Bu Dita. Kebetulan saja masak banyak ini tadi."
Dita langsung ke dapur. Mengambil mangkuk sesegera mungkin. Menumpah mie godok dari mangkuk Irene ke mangkuk miliknya. Lalu bergegas ke arah pintu. Menjumpai si tamu yang masih dengan konyolnya celingukan melihat-lihat ke dalam.
"Ini mangkuknya. Nanti saya sampaikan mie godoknya kepada Pak Alfian. Ini sudah malam, maaf, anak-anak sudah waktunya tidur." Dita berkata ketus, mengusir dengan halus, tapi sangat kentara.
"Eh... iya, Bu... saya pamit, ya...!"
"Iya. Terima kasih kirimannya."
Brak!
Dita menutup pintu. Membanting tepatnya. Sampai dua anak kembarnya, Sovia dan Novia, yang sedang melototi televisi, terkejut dibuatnya.
"Mamah kok banting-banting pintu, sih?" protes Novia.
"Iya... Mamah suka marah-marah kalau Tante Irene kesini. Kenapa sih, Mah? Kan Tante Irene baik, suka ngasih makanan," Sovia ikut memrotes kelakuan si mamah.
"Berisik kalian! Nonton tivi, nonton tivi saja! Tidak usah ikut urusan orang tua!" sahut Dita sewot.
Sovia dan Novia mencibir kompak. Sudah hafal rupanya dua anak kelas 2 SD itu dengan kelakuan si mamah kalau lagi kesal. Duo kembar identik itu segera kembali melototi televisi. Mamahnya lekas mengambil mangkuk penuh mie godok yang masih panas dari ruangan dapur.
"Ada apa, sih, Mah? Sukanya kok uring-uringan begitu!" Alfian berkomentar dari kamar. Ia belum beranjak dari meja tempatnya berkutat dengan keyboard laptop.
Dita masuk. Menaruh mangkuk dengan kasar, sampai kuah mie godok bercecer ke meja. Hampir membasahi laptop suaminya. "Ini masakan spesial buat Pak Alfian. Buruan makan, keburu dingin!"
Alfian melirik saja. Sebenarnya memang itu makanan kesukaannya. Mie godok ala Jawa. Tapi ada hati yang sedang kesal di dekatnya.
"Mamah makan saja. Papah mana sempat." Alfian mencoba mengelak.
"Papah nggak dengar: Saya cuma mau nganterin ini. Kebetulan saya masak mie godok banyak. Saya bawakan ini. Pak Alfian suka sama mie godok, kan?"
Sebenarnya Alfian merasa geli dengan gaya istrinya menirukan kata-kata tamunya barusan. Tapi bisa berabe kalau ia nekat menertawakan. Terpaksa ia hentikan memenceti keyboard laptop. Lalu memandang ke bidadarinya yang sedang cemberut parah.
"Mamah. Kita besok jadi ke rumah kulon. Sekarang, anak-anak ajak bobok gih. Kita berangkat pagi-pagi sekali. Biar Mamah puas di sana."
Tapi bujukan itu belum berhasil mengubah mimik muka sang istri. Alfian lekas melongok ke luar sambil berseru, "Sovia, Novia... matikan televisinya. Bobok cepat, ya. Besok kita ke rumah kulon."
"Hore... besok ke rumah Simbah!" Sovia menyambut seruan papahnya dengan riang.
"Beneran, Pah?" Novia ikut girang. Lalu memencet tombol merah pada remote yang ia pegang. Mematikan televisi dan langsung menyerbu ke kamar orangtuanya.
"Iya. Benar. Segera pipis dulu, cuci kaki sikat gigi, terus bobok. Besok bangun subuh, ya...."
"Oke, Pah!"
"Ye ye... besok ke rumah Simbah."
Keduanya berjingkrak ria. Alfian tersenyum melihat kedua buah hatinya itu. Duo kembar identik itu lekas menuju ke kamar kecil. Sementara di samping Alfian, mamah mereka masih memasang raut kejengkelan. Harus persiapkan jurus lain untuk menanganinya.
BERSAMBUNG
#TantanganFiksi
#DomesticDrama
Get notifications from this blog
Suka suka..
BalasHapusSelalu dengan gaya khas mas suden
Wah... isaku niki...
HapusKeren banget kak, jadi kebayang wajah" yg dijadiin tokoh di sini, bikin ketawa deh hihi.. Lanjutkan kak suden 💪💪
BalasHapusIya Safina.
HapusKenapa aku dan Safina yang selalu dinistakan? ðŸ˜
BalasHapusWow, kita kembar nih mbak Nova 😂
Bukan dinistakan, tapi dibikin terkenal.
HapusBeuhhhh ...
BalasHapusTokohnya semua member.
Selalu cemerlang idenya.
Halah... ini asal comot aja Mas...
HapusMasyaallah deh ceritanya (h)
BalasHapus:))
HapusOmaigat aku sudah menikah... Keren suika sama gya penutiurannya mqs Suden..
BalasHapusDan sdh punya anak.
HapusHuee aku masuk tipi...
BalasHapusDan aku nikah sama mbak dita? @-)
Dan sdh punya anak (2).
HapusWow kereeeeeen 🌷🌷🌷
BalasHapusx-)
Hapussukseessss.... aku cekikikan di sini x-)
BalasHapusJangan nakut-nakutin...
HapusAlhamdulillah skr aku sudah ga dimasukkan lagi dalam cerita mas wakhid
BalasHapusMerasa ama jauh dariku. Wkwkwk
HapusAaakkk baru baca ini, ada aku yg sudah menikah 😂
BalasHapusPunya anak 2 malahan.
HapusDita nikah nggak bilang-bilang 😂
BalasHapusOmelin aja! :-t
HapusHihihi baru baca, suka sekali 😄
BalasHapusLanjut aja...
Hapus