Kecelakaan (6)
KECELAKAAN
Suden Basayev
Cerita Bersambung bagian 6
"Assalamualaikum...," suara Tante Mabruroh di ambang pintu.
"Waalaikumussalam...," jawab kami hampir bersamaan.
Tante Mabruroh masuk disusul Om Teddy Syah yang selesai memarkir motor. Lihat, Mas Suden, pasangan serasi, kan? Satunya gagah satunya cantik. Om Teddy dan Tante Mabruroh. Baik-baik lagi orangnya.
"Bapak kok bisa sama Ibu?" tanya Nisa menyambut.
"Bisalah, kan suami-istri," sahutku berniat bercanda.
"Maksudku kok bisa kesini barengan? Bukannya tadi Bapak ke bengkel sama orang yang nabrak kamu, Ky. Seharusnya, secara logika kan Bapak tidak sedang bersama Ibu. Begitu maksudku, Uky. Kamu sakit masih aja suka gagal paham?!" semprot Nisa parah.
"Gitu, ya? Bener juga kamu, Nis...."
Tante Mabruroh langsung menyerbu ke arahku. "Uky, kamu tidak apa-apa, kan? Saya khawatir sekali sama kamu. Waktu dapat kabar kamu kecelakaan, saya cemas sekali. Sebenarnya mau ikut ke puskesmas bareng-bareng Mas Tran dan teman-teman kamu, eh, tidak dbolehin sama bapaknya Nisa. Suruh jaga rumah dulu katanya. Menunggu kabar dari mereka, saya was-was terus...."
Mas Suden kenapa senyum-senyum? Mendapati kata-kata berbaris-baris dari Tante Mabruroh? Hahaha. Tante Mabruroh memang begitu, Mas. Sekarang Mas Suden tahu kan, dari mana kebiasaan Nisa yang suka nyerocos panjang-lebar itu berasal?
"Saya tidak apa-apa, Tante Cantik...," sambutku. Ibu si Nisa ini lekas memelukku. Kujauhkan lengan dari sentuhannya agar tidak menyenggol lukaku.
"Syukurlah, Ky. Kata Mas Tran kamu luka-luka, mana yang sakit? Oh, tanganmu ini yang dijahit? Lututmu? Pasti sekarang terasa nyut-nyutan, ya? Kamu yang sabar, ya, semua ini adalah ujian dari Allah. Kalau kamu sabar, ini bisa menjadi penebus dosa-dosa kamu."
Aku mengangguk-angguk saja mengiyakan setiap penggal kata Tante Mabruroh. Sementara Om Teddy Syah menyalami Pakde Ikhtiar. Lalu duduk bergabung dengan semua yang hadir di ruang tamu ini.
Untunglah, tidak berapa lama kemudian, Tante Mabruroh sudah bisa memahami keadaanku. Beliau lekas menyalami Mbak Nova, juga Pakde Ikhtiar.
"Ini bapak dan ibunya si Nisa, ya?" tanya Pakde Ikhtiar.
"Iya, saya yang mengandung melahirkan Nisa. Dan Mas Tran ini bapaknya Nisa yang sangat saya cintai. Nama Nisa yang ngasih bapaknya itu, Pakde. Sebenarnya saya mau kasih nama Isnaini, tapi kata Mas Tran tidak boleh. Mas Tran bilang Isnaini itu artinya dua, wong Nisa ini anak pertama kami, jadi ya tidak pas kalau diberi nama Isnaini. Saya manut saja akhirnya anak kami dinamai Annisa."
Pakde Ikhtiar mengangguk-angguk. "Annisa itu kan artinya sangat bagus, dan cocok buat nama anak pertama sampeyan berdua."
"Pakde tahu artinya?" tanya Tante Mabruroh lekas.
"Ya, tahu, lah. Biar anak gadisku yang menjelaskan. Nov, kamu jelaskan arti nama Annisa ke beliau coba. Masak harus Bapak langsung yang menjelaskan. Kan ada kamu mewakili Bapak."
Mbak Nova mesam-mesem melihat obrolan bapaknya dengan Tante Mabruroh. "Bapak saja yang jelasin," kata Mbak Nova lekas.
"Kamu saja, Nov. Kamu kan perempuan, jadinya bisa menjelaskan nama perempuan dengan baik."
"Nah itu, Bapak tahu, arti nama Annisa," sahut Mbak Nova.
"Kamu itu disuruh jelasin kok malah muter-muter," kesal Pakde Ikhtiar.
"Benar, Pakde," malah Tante Mabruroh yang menanggapi. "Annisa memang artinya perempuan, Pakde. Ternyata Pakde paham juga arti nama berbahasa Arab, ya. Pakde keren...."
Pakde Ikhtiar baru sadar kalau tidak sengaja telah menyebutkan arti nama Annisa. Bahkan beliau tidak menyangka kalau Annisa itu artinya perempuan. Lihat Mas Suden, Pakde Ikhtiar senang sekali dibilang paham arti nama berbahasa Arab, padahal kebetulan saja itu. Hehehe.
"Ya, saya sedikit-sedikit juga ngerti bahasa Arab. Nama saya saja pakai bahasa Arab, Ikhtiar. Tahu kan artinya?" Pakde malah membahas nama beliau.
"Apa artinya, Pakde?" aku coba bertanya.
"Ikhtiar itu artinya usaha. Kalian baru tahu?"
"Wah, Pakde memang keren. Serba tahu arti nama berbahasa Arab. Nisa salut sama Pakde," suara Nisa. Tidak sabar rupanya dari tadi dia diam saja.
"Silakan duduk, biar Nova bikinkan minum," kata Pakde Ikhtiar mempersilakan Om Teddy dan Tante Mabruroh. Lalu memberi kode Mbak Nova agar segera ke dapur. Sambil tangan beliau mengulurkan gelas kopinya yang sudah habis. Maksud hati agar Nova mengganti dengan kopi baru.
"Tidak usah repot-repot, Pakde," kata Om Teddy Syah sungkan.
"Tidak repot, kok. Nova itu anak gadis saya, rumah kami di sebelah, jadi tetangga paling dekat sama Uky. Kami sudah kayak keluarga sendiri," kata Pakde Ikhtiar menjelaskan, meski tidak ada yang bertanya.
Om Teddy mengangguk-angguk.
"Pak, Nisa tadi perasaan nanya kenapa Ibu bisa datang bareng Bapak, deh. Kok belum ada yang jawab? Kan Nisa penasaran. Terus, cowok yang nabrak Uky mana? Kabur dia? Bukannya tadi ke bengkel sama Bapak?" suara Nisa mempertanyakan pertanyaannya yang masih membuatnya bertanya-tanya dengan sederet tanya.
"Iya, Om, saya juga penasaran," Nining ikut bersuara.
"Apa benar cowok itu kabur?" menambahkan tanya si Laras.
"Sebentar, biar beliau berdua minum dulu baru menjelaskan," Pakde Ikhtiar yang bicara. Lalu berseru ke arah dapur, "Nov, teh hangatnya mana? Buruan, ya, dan jangan lupa gelas Bapak."
"Iya, iya, Pak. Ini tinggal angkat," sahut Mbak Nova.
Nah, tak terasa sudah harus nulis kata 'bersambung' nih, Mas Suden....
_Bersambung_
Get notifications from this blog
Ngakak abis...😂😂
BalasHapuswkwkwk, tambah aneh ceritanya, tp ttp asyik (y)
BalasHapus