Kecelakaan (1)
KECELAKAAN
Suden Basayev
Cerita Bersambung bagian 1
Mas Suden, kita mulai ceritanya? Oke. Perlu perkenalan dulu? Mas Suden sudah tahu, kan, namaku Uky. Saat ini masih berstatus pelajar di sebuah SMA. Kelas XI. Kalau zaman Mas Suden sebutannya kelas 2 SMA, ya....
Wajahku lumayan cantik, kan, Mas? Tapi kata orang sih, aku judes gitu. Tapi sebenarnya, aku tuh baik hati. Rajin belajar juga, lho, Mas. Di kelas selalu dapat rangking. Seringnya masuk lima besar. Kan lumayan juga itu. Apa lagi, ya? Cita-cita, makanan kesukaan, hobi.... Perlu diceritakan semua, Mas? Nggak usah, ya.
"Uky... Uky...!" suara bapakku, Mas. Suaranya terdengar berat dan kasar. Memang begitulah bapakku, Mas. Tadi Bapak pamit mau ke konter tetangga. Katanya sih mau beli kartu perdana buat handphone-nya.
"Iya, Pak. Ada apa, sih, pakai teriak-teriak?"
Aku lekas keluar kamar. Mendapatkan Bapak yang sedang bongkar isi lemari. Setumpuk lembaran-lembaran surat penting yang biasa disimpan di lemari dikeluarkannya. "Mana KK kita? Kok tidak ada?" tanya Bapak.
"Ada di kamarku, Pak. Kemarin buat keperluan sekolah. Buat apa memangnya, Pak?" tanyaku.
"Neko-neko saja, mau beli kartu perdana saja suruh pakai nomer KK."
"Oalah... memang begitu aturan barunya, Pak. Peraturan Kominfo, mulai 31 Oktober 2017 sampai akhir Februari tahun depan, kita harus registrasi pakai nomer KTP sama KK."
"Iya, aturan neko-neko, aneh-aneh saja!"
Aku jadi ingat sesuatu. "Eh, Pak, pakai kartu bekas paketan internetku saja. Sudah tidak terpakai, bisa langsung digunakan. Nggak usah diregistrasi dulu nggak apa-apa. Kan yang penting bisa dipakai."
"Kamu punya? Lah, kenapa nggak bilang dari tadi? Sini biar Bapak pakai. Kartu Bapak kan hangus, telat isi pulsa. Sial!"
Itulah Bapak, Mas Suden, suka uring-uringan sendiri. Aku sudah terbiasa dengan kelakuan beliau. Mas Suden tahu sendiri, aku cuma hidup berdua sama Bapak setelah Ibu meninggal kecelakaan beberapa bulan lalu. Jadi sebagai satu-satunya keluargaku, aku sudah sangat paham watak Bapak.
Lekas kuambilkan kartu GSM bekas paket internetku yang nyaris kubuang kemarin. "Pasang sekalian di HP Bapak," kata Bapak sambil menyerahkan handphone-nya. Handphone Bapak adalah handphone merk terkenal. Merk terlaris di masa jayanya. Tahu, kan, Mas Suden? Nokia. Merk zamannya Mas Suden, kan? Hahaha, biar pada tahu umur Mas Suden jauh dari usiaku.
Kubuka karet pengikatnya. Begitu karet lepas, casing belakang handphone Bapak pun terlepas. Baterainya sudah agak kembung. Segera kupasang kartu GSM di slot yang tersedia. Lalu baterainya. Memasang lagi casing belakang dan mengaretinya. Pakai karet gelang, Mas Suden.
"Ganti HP napa, Pak? Jadul parah gini masih saja dipakai," komentarku. Kali kesekian, sih.
"Halah, buat apa ganti. Ini masih bagus, enak buat nelepon. Mau pakai kayak punyamu yang layar sentuh Bapak kan nggak bisa. Udah nyala belum?"
Memang sih, Bapak sangat setia dengan handphone Nokia jadulnya ini. Bukan apa-apa, memang Bapak bisanya pakai Nokia. Jangan tanya handphone lain. Jadi meski harus dikareti biar casingnya tidak lari, nyaman-nyaman saja Bapak menggunakannya. Ya, buat nelepon saja sih. Bapak kan tidak paham SMS. Kolot banget ya, Mas? Ya, itulah Bapak.
"Sudah, nih.... Tapi baterainya low, Bapak cas dulu saja," kataku sambil menyerahkan handphone Bapak.
"Lobet, ya? Asem. Padahal mau buru-buru pergi!"
"Katanya libur, Pak?"
"Bapak mau ke Wonogiri. Ke rumah teman pasar yang mau nikahin anaknya."
"Pagi-pagi gini berangkatnya, Pak?" tanyaku.
"Iya. Ini jam berapa?"
Kutengok jam dinding. "Baru juga setengah delapan."
"Ya sudah, Bapak mau mandi dulu, sekalian nunggu baterainya isi."
Bapak mengecas handphone beliau lewat stop kontak dekat televisi. Memastikan colokan cas sudah mulai mengisi. Lalu membuka kaos dan menarik handuk yang tersampir tidak jauh dari lemari baju. Lihat itu, Mas Suden, lengan atas kiri Bapak ada tato seram. Gambar harimau menyeringai. Dan di sebelah kanan juga ada tato, tapi gambarnya rada seronok, perempuan setengah bugil.
Mas Suden mungkin belum tahu banyak tentang Bapak. Dulu waktu muda, Bapak preman pasar kota. Ya, meski sampai sekarang pun masih preman juga. Tapi tidak separah dulu waktu belum kawin sama mendiang ibuku. Dulu katanya, sih, Bapak suka berkelahi. Lihat di pipi kiri Bapak ada bekas jahitan memanjang, kan? Konon, itu kena sabet celurit lho, Mas. Waktu duel sama preman lain katanya.
Untuk makan dan biaya sekolahku, Bapak kerja serabutan di pasar kota. Saat ini sih, Bapak ikut jadi juru parkir, kadang juga kerja kuli panggul. Makanya badan Bapak terlihat kekar gitu, kan, Mas Suden....
Tampang Bapak yang sangar begitu memang membuat siapa saja segan sama beliau. Mungkin itu juga yang membuat orang-orang tidak berani macam-macam padaku. Mas Suden tahu nggak, pernah ada kakak kelasku mencoba menggangguku. Eh, tahu-tahu Bapak melabraknya saat pulang sekolah. Entah siapa yang memberi tahu Bapak. Mungkin bagi Bapak, aku ini sangat berarti dan harus dilindunginya. Memang gitu, ya, Mas Suden, kalau jadi seorang bapak? Mas Suden juga merasa harus jadi pelindung anak-anak Mas Suden? Apalagi Bapak yang cuma punya aku seorang sebagai keluarga.
Oh iya, Mas Suden. Bapak nama aslinya Dwi, Mas. Tapi di pasar biasa dipanggil Mas Jabrik begitu. Mas Suden lihat, kan, rambut kepala Bapak yang dipangkas pendek dan berdiri semua itu. Pasti nama beken Bapak juga disebabkan rambut jabrik Bapak itu.
Sudah lebih dari 750 kata nih, Mas Suden. Kita break dulu? Lanjut ke bagian 2. Sambil nunggu Bapak kelar mandi. Aku juga mau siap-siap belajar kelompok, Mas. Ke rumah Nisa. Sudah janjian sih sama Laras dan Nining. Minggu pagi yang cerah nih, kayaknya seru buat kumpul-kumpul. Ada tugas kelompok yang harus dikerjakan bersama.
_Bersambung_
Get notifications from this blog
Keren 👍👍👍
BalasHapusLah baru intro ini mah... Hehe.
HapusMasyaallah, selalu mendebarkan cerita yang disuguhkan. Mohon bimbingannya kak
BalasHapusBimbingan terbaik adalah membiasakan menulis dan menerima segala kritik. Juga sering2 membaca. Sama2 belajar kok. Hehe...
HapusWah semua anggota kentang namanya dipake 😂😂😂😂
BalasHapusTapi secara keseluruHn.... aku yessss
Eh, belum minta ijin ya. Hehe. Tapi, cuma pinjam nama saja kok. Watak dan prilakunya serta kepribadian tokoh tidak sama.
Hapuscerita yg aneh, serasa kisah nyata, tp keren...
BalasHapusTau tuh, saya juga cuma ndengerin si Uky nyerocos...
Hapusdsini Uky itu jadi aku ya??
HapusIya mas. Uky yg berkisah, saya cuma dengerin. [-(
HapusLucu.
BalasHapusGelar tiker deh
Jiah... Judul serem gitu dibilang lucu. Sedih apa tragis gitu kek, eh malah lucu ini...
HapusWkwkwkwk ada-ada sajak bapak yang satu ini. Karena ini baru intro. Aku request tokoh yang bernama Nisa memiliki kepribadian yang baik, ramah, lembut, sopan, pendiam, cerdas, murah senyum, dan rajin menabung 😂😂😂
BalasHapusWah.. Berat nih requesnya. Kyknya enakan sebaliknya. Bisa lebih menjiwai...
HapusHahahaha jadi Nisa lebih menjiwai jika menjadi tokoh seperti apa? Berkepribadian buruk? 😂🙈
HapusEntahlah. Dipikir dulu, usulnya juga dipertimbangkan. Hahaha.
HapusKukira diawal Uky ini laki-laki eeeeh ko cantik.. haha
BalasHapuskeren sekaliii ceritanya hidup
Iya ya, Uky bisa jadi nama laki. $-)
HapusNtar ada scene tentang alakathak yo mas? (Tulisanku bener nggak?).
BalasHapusTrus ada cenil, klepon, lopis dan sebagainya. Lha kok ngomongne panganan. Dadi luwe aku wgwgwg :D
We ladalah... makanan bersambung jadinya!
HapusSaya penasaran sama kelanjutannya..
BalasHapusNantikan kelanjutannya. Hehehe.
HapusMantab pak
BalasHapusLanjuut
Hapus