Lamaran Rasulullah
Serial Lembar Ibrah
Dalam kisah Zulfah binti Said Lamaran Rasulullah
Dikisahkan oleh Suden Basayev
Suara salam dari luar. Said bin Jahdan lekas menjawab seraya bergegas menuju pintu rumah megahnya. Tamunya adalah seorang lelaki berusia 35 tahun berpakaian sederhana sekali. Badannya menyiratkan bahwa ia pekerja keras. Wajahnya jauh dari kata tampan.
"Saudaraku Said, aku datang membawa surat dari Rasulullah Saw untukmu," lelaki itu mengulurkan gulungan surat.
"Oh, sebuah kehormatan bagiku," sambut Said bin Jahdan. Lekas dibukanya lembaran surat itu.
Said tercenung membaca surat itu. "Bukankah kau yang bernama Zahid Aswad? Dan..., benarkah ini surat dari Rasulullah?"
Lelaki itu mengangguk. "Iya, saudaraku Said. Ini aku Zahid Aswad. Surat itu benar dari Rasulullah Saw adanya."
Said tertawa pendek. Lalu memandangi lelaki 35 tahun yang bernama Zahid Aswad itu. "Kau datang membawa surat dari Rasulullah Saw. Isi surat ini adalah sebuah lamaran. Rasulullah Saw ingin aku menikahkanmu dengan putriku, Zulfah."
"Memang demikian, saudaraku Said."
"Zahid Aswad. Apa pekerjaanmu?"
Zahid menunduk. "Aku bekerja serabutan, apa saja asal hasilnya halal."
"Dan kau sungguh percaya diri dengan lamaran ini? Sungguh aku tidak mengerti, apa istimewanya engkau sehingga Rasulullah Saw sampai melamarkanmu pada Zulfah."
"Aku hanya seorang miskin dan wajahku sangat buruk."
"Nah... kau menyadari itu. Dan kau tahu, Zulfah anakku sedemikian cantiknya. Apakah ini pantas?"
Zahid belum menanggapi ketika tiba-tiba dari dalam rumah keluarlah si jelita Zulfah binti Said. "Ayah, mengapa terlihat tegang? Ada tamu mengapa tidak diajak masuk?"
Said menoleh pada putrinya. "Zulfah anakku. Lihatlah lelaki ini. Dia ingin melamarmu untuk dijadikan istri."
Zulfah terkejut. Sontak dipandanginya tamu itu. "Apa tidak salah? Maafkan aku, banyak pemuda kaya dan tampan menginginkanku. Mengapa aku harus menerimamu? Ini sebuah penghinaan untukku."
Mendengar perkataan ketus putrinya itu, Said tertawa. "Hahaha.... Saudaraku, Zahid Aswad. Bukan aku hendak menghalangi niatmu akan putriku. Tapi kau dengar sendiri bukan, bagaimana sikap Zulfah? Zulfah tidak mau menerimamu. Bahkan ini adalah penghinaan baginya...."
"Sudahlah, Ayah. Tidak perlu ditanggapi," kata Zulfah pula. Ia benar-benar tidak terima dengan kenekatan lelaki itu.
Said bin Jahdan mengangguk setuju pada kata-kata putrinya. Lalu kepada Zahid dia berkata, "Zahid, sampaikan kepada Rasulullah Saw, bahwa lamaranmu ditolak."
Belum lagi Zahid menjawab apa-apa, Zulfah yang bersuara, "Ayah? Mengapa engkau bawa-bawa nama Rasulullah?"
Said menoleh Zulfah. "Oh, ini bacalah. Surat lamaran ini ditulis Rasulullah untuk melamarkan lelaki ini padamu."
Zulfah binti Said tercenung membaca isi surat itu. "Mengapa Ayah tidak sedari tadi mengatakan bahwa ini adalah perintah Rasulullah?" protesnya.
"Lalu?"
"Ayah, aku menerimanya. Aku menerima lamaran ini."
Said tersentak. Serasa tidak percaya pada pendengarannya sendiri. "Kau terima lamaran Zahid?"
"Setiap perkara yang diputuskan Rasulullah Saw adalah kebaikan, Ayah. Aku mendengarkan dan patuh. Betapa beruntungnya aku hingga Rasulullah Saw memutuskan perkara jodohku."
Said masih terperangah.
"Ayah, engkau segera mempunyai menantu. Mengapa tidak bergembira?"
Bahkan Zahid Aswad sendiri terpana. Zulfah binti Said, gadis jelita itu, sedemikian patuh pada perintah Rasulullah Saw. Sami'na waatho'na.... Lelaki 35 tahun yang lama melajang karena merasa tidak ada yang mau dinikahinya ini bergetar tubuhnya. Ketaatan Zulfah pada Rasulullah Saw benar-benar memukaunya. Melebihi terpukaunya dia pada kecantikan Zulfah.
Get notifications from this blog
Masyaallah .... shollu alan nabi Muhammad
BalasHapusMasya Allah sholohu alan Nabi Muhammad. Sudah beberapa kali membaca dan mendengar kisah ini selalu tersentuh.
BalasHapusTeringat kisah Julaibib..
BalasHapus;( subhanallah
BalasHapuskisah Zahid Aswad sendiri gimana ya? Sampai begitu 'istimewa' di mata Kangjeng Nabi SAW?
BalasHapus#penasaran
Zulfah 😍
BalasHapusketaatan pada Rosululloh merontokan keangkuhan seorang Zulfah
BalasHapus