Sini, Aku Ajarin Nulis di Koran Solopos
Wah, judulnya sok-sokan. Seolah aku sudah jago nulis betulan. Bukan bermaksud sok pintar ya. Anggap saja pancingan biar kamu-kamu klik tautan ke postingan ini. Harapanku sih moga-moga tulisan ini bermanfaat.
Tulisan ini lebih ditujukan buat penulis pemula, kayak aku juga sih. Buat penyemangat saja. Oke, yuk kita mulai.
Solopos adalah koran lokal Kota Solo, Jawa Tengah. Yang tentu menjadi rujukan berita dan informasi seputar Solo Raya dan sekitarnya. Tapi kita tidak akan membahas yang berat-berat kok.
Adalah salah satu rubrik harian di koran Solopos, yang menurutku paling sederhana. Isinya juga yang ringan-ringan. Jadi cocok untuk pemula mengasah karya. Nama rubriknya "Ah Tenane".
Setiap kita pasti pernah mengalami kisah-kisah menggelikan, lucu, memalukan, bahkan mungkin mengenaskan. Peristiwa kecil itu tidak bisa kita lupakan. Tahukah bahwa itu adalah modal dasar untuk menembus Solopos pada rubrik Ah Tenane.
Baiklah, untuk membayangkan seperti apa kisah yang bisa masuk ke rubrik tersebut, di bawah ini aku berikan contoh tulisanku yang berhasil dimuat di Solopos.
Salah Alamat
Jon Koplo memboncengkan istrinya, Lady Cempluk, yang sedang hamil. Keduanya mengikuti mobil Tom Gembus yang berisi beberapa orang meninggalkan Kecamatan Weru, Sukoharjo. Mereka hendak menjenguk Gendhuk Nicole, tetangganya yang habis operasi di rumah sakit di Solo lantaran kecelakaan.
Di tengah jalan, ndilalah motor Koplo tertinggal mobil Tom Gembus. Koplo tidak berusaha mengejar karena takut jika ngebut bisa membahayakan kandungan Cempluk. Sampailah mereka di RS Otopedi Solo. Koplo dan Cempluk melihat-lihat siapa tahu ketemu rombongan Gembus. Tapi tidak ada. Padahal keduanya tidak tahu Gendhuk Nicole dirawat di ruang apa.
Koplo pun menelepon Gembus.
“Halo, Mbus, ruangannya sebelah mana? Aku di dekat masjid rumah sakit. Jemput kemari, ya?” pinta Koplo.
Tunggu punya tunggu, ternyata Tom Gembus tak kunjung nongol juga. Malah HP Koplo berbunyi, ada telpon dari Gembus.
“Halo, Plo. Dekat masjid sebelah mana? Kok nggak kelihatan?”
Cempluk mendadak curiga ada yang tidak beres. “Mas, tanya-a, rumah sakitnya Ortopedi apa bukan?”
Koplo pun bertanya pada Gembus dimana rumah sakitnya. Blaik! Gembus menjawab, “Rumah sakit Karima Utama Kartasura! Lha kalian di mana?”
“Wooo…” Koplo mendadak lemas. Ternyata salah alamat!
“Makanya, tadi nanya dulu, jangan sok tahu begini,” omel Cempluk sambil mecucu. Dasar… dasar!
Wakhid Syamsudin, Sidowayah RT 001/RW 006 Ngreco, Weru, Sukoharjo
Dimuat di harian Solopos edisi Selasa, 18 September 2012
Di tengah jalan, ndilalah motor Koplo tertinggal mobil Tom Gembus. Koplo tidak berusaha mengejar karena takut jika ngebut bisa membahayakan kandungan Cempluk. Sampailah mereka di RS Otopedi Solo. Koplo dan Cempluk melihat-lihat siapa tahu ketemu rombongan Gembus. Tapi tidak ada. Padahal keduanya tidak tahu Gendhuk Nicole dirawat di ruang apa.
Koplo pun menelepon Gembus.
“Halo, Mbus, ruangannya sebelah mana? Aku di dekat masjid rumah sakit. Jemput kemari, ya?” pinta Koplo.
Tunggu punya tunggu, ternyata Tom Gembus tak kunjung nongol juga. Malah HP Koplo berbunyi, ada telpon dari Gembus.
“Halo, Plo. Dekat masjid sebelah mana? Kok nggak kelihatan?”
Cempluk mendadak curiga ada yang tidak beres. “Mas, tanya-a, rumah sakitnya Ortopedi apa bukan?”
Koplo pun bertanya pada Gembus dimana rumah sakitnya. Blaik! Gembus menjawab, “Rumah sakit Karima Utama Kartasura! Lha kalian di mana?”
“Wooo…” Koplo mendadak lemas. Ternyata salah alamat!
“Makanya, tadi nanya dulu, jangan sok tahu begini,” omel Cempluk sambil mecucu. Dasar… dasar!
Wakhid Syamsudin, Sidowayah RT 001/RW 006 Ngreco, Weru, Sukoharjo
Dimuat di harian Solopos edisi Selasa, 18 September 2012
Satu lagi contoh, ya....
Simbah GR
Hati-hati kalau memanggil teman. Setidaknya itulah yang ingin Jon Koplo nasihatkan kepada semua orang. Pasalnya, gara-gara memanggil teman sekelasnya, siswa SMP Negeri 1 Weru, Sukoharjo ini harus berurusan denga gurunya.
Ceritanya, Tom Gembus, temannya, biasa dipanggil dengan sebutan Simbah. Jon Koplo juga terbiasa memanggil begitu padanya. Nah, pada suatu hari saat jam istirahat, Koplo yang mau nirun PR hasil pekerjaan Tom Gembus, terpaksa berseru memanggil Gembus yang berada di luar kelas. “Mbaaah…! Simbaaah…!” teriaknya.
Pada saat yang bersamaan, lewatlah Bu Lady Cempluk, guru IPS Ekonomi yang memang sudah sepuh. Merasa ada yang tidak beres, beliau segera memanggil Koplo untuk menghadap ke kantor guru. Koplo yang masih tak tahu alasan dipanggil ke kantor hanya manut saja.
“Le, aku sadar kalau aku sudah tua. Tapi tidak sopan kalau kamu memanggil gurumu dengan panggilan Simbah. Paham?” kata Bu Cempluk dengan nada menasehati.
Blaik! Koplo baru ngeh atas dengan yang terjadi. Buru-buru ia meminta maaf pada Bu Cempluk dan menjelaskan bahwa yang ia panggil Simbah adalah Tom Gembus, temannya.
Tak lama kemudian Jon Koplo sudah keluar dari kantor guru sambil ngguya-ngguyu dhewe.
Wakhid Syamsudin, Sidowayah RT 001 RW 006 Ngreco, Weru, Sukoharjo 57562
Dimuat di harian Solopos edisi Rabu, 10 Oktober 2012
Ceritanya, Tom Gembus, temannya, biasa dipanggil dengan sebutan Simbah. Jon Koplo juga terbiasa memanggil begitu padanya. Nah, pada suatu hari saat jam istirahat, Koplo yang mau nirun PR hasil pekerjaan Tom Gembus, terpaksa berseru memanggil Gembus yang berada di luar kelas. “Mbaaah…! Simbaaah…!” teriaknya.
Pada saat yang bersamaan, lewatlah Bu Lady Cempluk, guru IPS Ekonomi yang memang sudah sepuh. Merasa ada yang tidak beres, beliau segera memanggil Koplo untuk menghadap ke kantor guru. Koplo yang masih tak tahu alasan dipanggil ke kantor hanya manut saja.
“Le, aku sadar kalau aku sudah tua. Tapi tidak sopan kalau kamu memanggil gurumu dengan panggilan Simbah. Paham?” kata Bu Cempluk dengan nada menasehati.
Blaik! Koplo baru ngeh atas dengan yang terjadi. Buru-buru ia meminta maaf pada Bu Cempluk dan menjelaskan bahwa yang ia panggil Simbah adalah Tom Gembus, temannya.
Tak lama kemudian Jon Koplo sudah keluar dari kantor guru sambil ngguya-ngguyu dhewe.
Wakhid Syamsudin, Sidowayah RT 001 RW 006 Ngreco, Weru, Sukoharjo 57562
Dimuat di harian Solopos edisi Rabu, 10 Oktober 2012
Aku rasa dua contoh sudah cukup untuk memberikan gambaran tentang seperti apa tulisan yang bisa diterima Ah Tenane. Kalau belum puas akan contohnya, banyak di blog-ku ini kuposting tulisan Ah Tenane kirimanku yang sudah dimuat di Solopos. Obrak-abrik saja....
Baiklah, ketentuannya apa saja?
Tulis pengalamanmu, yang lucu menggelikan atau memalukan dalam format MS Word, cukup 1 atau 2 halaman A4 saja. Jenis font atau ukurannya biarkan standart bawaan MS Word saja.
Tokoh di dalam cerita tidak boleh melebihi 4 orang. Dan semua nama pelakunya wajib diganti dengan nama yang disediakan oleh Solopos. Nama pelaku laki-laki silakan diganti dengan Jon Koplo atau Tom Gembus. Sedang nama perempuan diganti dengan Lady Cempluk dan Gendhuk Nicole. Itu saja, jangan sekali-kali ada nama selain mereka. Di bawah naskah tulisi saja nama asli kamu beserta alamat lengkap.
Kemudian kirim naskah melalui email ke redaksi@solopos.co.id. Ingat, di lampiran ya, jangan pada badan email. Selesai. Tinggal nunggu nasib dimuat atau tidaknya.
Bagaimana agar kita bisa tahu cerita kita lolos atau tidak? Kalau langganan korannya bisa cek di halaman depan. Nah kalau tidak langganan atau bahkan tidak berdomisili di Solo bagaimana?
Kita bisa iseng sehari sekali mengecek di website Solopos Hari Ini pada alamat http://pusdat.solopos.com/indeks. Memang sekedar review isi korannya, tapi bisa cek nama kamu jika dimuat. Atau lihat halaman depan epaper Solopos di http://epaper.solopos.com. Kalau judul Ah Tenane dan paragraf awal mirip tulisan kita, nah berarti lagi rezeki kita. Atau japri aku saja, nanya Ah Tenane siapa yang dimuat hari ini. Kebetulan aku langganan epaper-nya.
Untuk honornya, setiap naskah dimuat akan diberi imbalan Rp75.000,- jika diambil langsung ke Griya Solopos yang beralamat di Jln. Adisucipto No.190 Solo, Telp (0271) 724811. Pengambilan minimal jarak seminggu dari hari tulisan dimuat. Sementara yang tidak bisa mengambil langsung, honor akan dikirimkan ke alamat kamu lewat wesel pos. Dipotong biaya wesel tentunya.
Tertarik dan tertantang mencoba? Ayo, peserta ODOP Batch 4 serbu redaksi Solopos dengan naskah kita!
Oh iya, setiap hari Ah Tenane butuh satu cerita yang dimuat. Kecuali hari Ahad dan tanggal merah. Artinya, peluang dimuat lumayan besar, kan...
Ini dulu postingan kali ini. Semoga bermanfaat untuk kita semua...
Update!
Kata redaktur Solopos, bagi yang alamatnya jauh bisa menyertakan no rekening bank agar honor ditransfer. Atau kalau tidak, bikin surat kuasa pengambilan honor bermaterai 6 ribu, kirim ke alamatku, kapan waktu aku ambil honor bisa kuambilkan sekalian. Tanpa tambahan biaya, santai saja...
Get notifications from this blog
Honornya ga bisa ya kak kalo transfer via bank aja? 😅
BalasHapusMungkin bisa, tapi musti call dulu ke bagian keuangan. Selama ini gak tau kenapa, Solopos masih konsisten sama weselpos. Apa gara-gara sama2 ada embel2 pos di belakangnya ya? Haha.
HapusUpdate terbaru, dipersilakan mencantumkan no rek bank di bawah naskah, pada bagian biodata pengirim. Insya Allah honor akan ditransferkan.
HapusJudulnya mengundang untuk klik dan isinya apik. Iki nmanya sifu masuk odop
BalasHapusTak kirain mengundang untuk segera menulis cerita lucunya...
HapusPenyusup di ODOP4 ini!
BalasHapuswehehheehee ..
Ampun, Bang. Saya... saya pengen belajar konsisten lewat ODOP. Ampun...
Hapuscoba lah, hehehe
BalasHapusCobain deh.
HapusMastah ini. Keren euy!
BalasHapusBelajar... belajar!
HapusWah, keren...
BalasHapusSemangat menulis terus mas... Mastah ini mah... Menyamar gabung di ODOP 4... Mengerikan jadinya... Hahahaha
Perlu banyak belajar saya mah...
HapusBaik! Iki mentor nyaru Nang odop!
BalasHapusGemes typo Mulu, mau nulis blaik kok dadi baik, hahaha
HapusBaik yo rapopo mbak...
Hapuskeren euy,,
BalasHapusGara2 mbak karya mbak nining dan beberapa tmn odop lain dimuat, jd kepo maksimal. Bismillah coba2 ah ��
BalasHapusAyolah!
Hapussiap suhu... kuikuti jurusmu...
BalasHapusMakasih pak infonya.
BalasHapusuntuk gambar illustrasinya dari kita atau disediakan oleh solopos pak?
BalasHapusDibikinkan Solopos kakak.
Hapus