Keluh Simbah
Jam setengah sebelas siang. Waktunya menyebar undangan keur. Hari ini masuk ke Ngasinan RT 04 Watubonang.
Satu-dua rumah alhamdulillah ada penghuninya. Undangan sudah beberapa lembar berpindah dari tanganku ke warga. Sampai di sebuah rumah yang pintunya terbuka.
"Kulonuwun," kuucap salam. Belum ada jawaban. Melirik kaligrafi di dinding ruangan yang terlihat dari luar, memastikan rumah muslim kuucap salam, "Assalamu'alaikum...."
Masih tak ada jawaban. Kulirik dalam rumah. Seorang nenek terbangun dari tidur(an) di atas sebuah dipan. Oh, rupanya aku mengganggu orang tua itu istirahat!
"Sinten niku?" ia berseru pelan. Menanyai siapa tamunya.
"Ngapunten, Mbah," kataku seraya mendekat padanya. "Ini, Mbah, mau memberi undangan promosi kacamata keur optik di rumah Pak RT jam setengah dua nanti."
Simbah itu duduk, tampak ketidakberdayaan. Segera kutambah, "Mbah, ini cuma undangan promosi. Kalau Simbah tidak bisa datang juga tidak apa-apa. Tak perlu repot-repot ke rumah Pak RT...."
"Oh... Ini, Nak, Simbah di rumah sendirian. Anak Simbah di Bandung, sudah dari lebaran kemarin tidak kirim uang. Rumah sudah rusak di sana-sini.... Cuma Simbah sendirian tanpa teman."
Aku sedikit tercenung. Duh, Simbah malah cerita begituan. Jadi tak enak hati. "Ya sudah, Mbah. Nanti kalau tidak bisa, tak usah ke rumah Pak RT, ya...."
"Iya, Nak. Rumahmu mana, Nak?"
"Saya dari Ndayah, Mbah."
"Oo.... Anak Simbah di Bandung, Simbah ditinggal di sini sendiri. Rumah sudah rusak di sana-sini, Nak...."
Sabar, ya, Mbah. Anakmu pasti sedang berusaha memberikan terbaik, meski terpaksa berada di kota jauh. Aku lekas permisi dari rumah Simbah itu.
Ingat Mamak. Juga Mboktuwo (nenek) di Karangmojo.
Get notifications from this blog
Jangan lupa beri komentar, ya... Semoga jadi ajang silaturahim kita.